Sabtu, 25 November 2017

PENGUKURAN DAN PENILAIN BK

PENGERTIAN PENGUKURAN, ASSESSMENT/PENILAIAN
 DAN EVALUASI DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
A.    PENGUKURAN
Pengukuran dalam pendidikan atau pembelajaran merupakan suatu prosedur penerapan angka atau simbol terhadap atribut atau objek atau kegiatan maupun kejadian sesuai dengan aturan-aturan tertentu. Dalam melalukan pengukuran, seseorang dapat menyediakan informasi dalam berbagai aspek yang relevan dengan keputusan yang akan diambil. Jangan pula dilupakan bahwa kita tidak pernah mengukur benda, orang atau objek. Kita selalu mengukur kualitas atau atribut benda. Justru karena itu, pengukuran dapat digunaan pendidik atau tenaga kependidikan lainnya, dalam mengumpulkan informasi kualitatif, dengan mengingat unsur-unsur seperti angka, penerapan dan aturan.
1.      Angka atau simbol
Angka dan simbol yang dapat diolah secara statistik atau dimanipulasi secara sistematis, seperti 1, 2, 3, dan seterusnya; atau l, ll, lll dan seterusnya.
2.      Penerapan
Penerapan Ini berarti bahwa angka atau simbol itu diterapkan terhadap obyek kejadian tertentu yang dimaksudkan
3.      Aturan
Aturan itu dimaksudkan sebagai patokan tentang benar tidaknya tindakan yang dilakukan atau sesuatu kejadian atau obyek yang dikuasai seseorang.

Pengukuran tidak semata-mata tergantung pada tes sebagai alat ukur, tetapi juga dapat digunakan cara lain asal hasilnya dapat dikualifikasikan (dinyatakan dalam bentuk angka). Jika dikaitkan dengan asesmen, maka pengukuran dapat pula diartikan sebagai asesmen dengan cara-cara khusus.
ada tiga langkah yang perlu dilalui dalam melaksanakan pegukuran, yaitu:
a.    Mengidentifikasi dan merumuskan atribut atau kualitas yang akan diukur.
b.    Menentukan seperangkat operasi yang dapat digunakan mengukur atribut tersebut.
c.    Menetapkan seperangkat prosedur atau definisi untuk menerjemahkan hasil pegukuran kedalam pernyataan/data kuantitatif.  ( Muri Yusuf,2011: 10)
Menurut Kerlingar 1996 pengukuran ( meesurement ) adalah membandingkan suatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu. Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan data yang objektif. Objektifitas dapat dicapai karena pengumpulaan data mengambil jarak dengan objek yang diukur dan menyerahkan wewenang pengukuran kepada alat ukur. Penyerahan wewenang pengukur kepada alat ukur menyebabkan pengumpulan data tidak lagi subjektif. Dalam pengumpulan data pendidikan, pengukuran juga dilakukan untuk memperoleh data yang objektif. Dalam pengukuran data hasil belajar misalnya, pengukuran dilakukan atas siswa menggunakan tes hasil belajar sebagai alat ukur (Dr. Purwanto, M.Pd, 2009: 3)
Menurut Djemari Mardapi (2012: 1) pengukuran pendidikan merupakan kegiatan melakukan kualifikasi gejala atau opjek. Gejala dan objek ini bisa merupakan motivasi, prestasi, percaya diri atau prestasi yang semuanya dalam bentuk angka.hasil pengukuran yang baik akan menghasilkan data yang baik. Selanjutnya data ini diolah menjadi informasi. Informasi ini digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan.akan tetapi, bila hasil pengukuran tidak baik,dengan tehnik apapun yang digunakan untuk menganalisis data, hasilnya akan tidak baik.data yang tidak baik tidak bisa diolah menjadi informasi yang baik. Oleh karena itu, pengukuran memegang peran penting dalam bidang pendidikan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah pengumpulan data secara objektif,  membandingkan objek yang akan diukur dengan alat ukur dengan mengingat unsur-unsur seperti angka, penerapan dan aturan. Tujuannya adalah memperoleh data yang baik yang nanti akan digunakan untuk perbaikan objek yang diukur.

B.     PENILAIAN / ASESMEN
Asesmen ( penilaian) dapat diartikan sebagai suatu proses pengumpulan data dan / atau informasi ( termasuk didalamnya pengolahan dan pendokumentasian ) secara sistematis tentang suatu atribut , orang atau objek baik berupa data kualitatif dan kuantitatif tentang jumlah, keadaan, kemampuan  atau kemajuan suatu atribut, objek atau orang / individu yang dinilai,tanpa merujuk pada keputusan nilai ( value judgement)
Apabila bidang yang dinilai adalah kegiatan belajar dan pembelajaran,maka arah asesmen adalah assesmen hendaklah menyertai semua kompnen-komponen belajar dan pembelajaran, dapat dilakukan diawal kegiatan, sedang kegiatan berlangsung, maupun diakhir kegiatan pembelajaran
Fokus utama adalah untuk mengetahui pencapaian dan kemajuan peserta didik dalam belajar serta memperbaiki proses pembelajaran dan kegiatan peserta didik dalam belajar (assessment of learning and assessment for learning ). Dengan menggunakan asesmen yang baik, guru/pendidik  mengetahui dimana kelemahan-kelemahannya dalam membelajarkan sehingga dapat diperbaiki ( Muri Yusuf , 2011: 14)
Andaikata yang mau dinilai hanya kurikulum, maka asesmen kurikulum dapat diartikan sebagai proses pegumpulan informasi secara sistematis tentang kurikulum, antara lain:
1.      bagaimanakah ketetapan kurikulum yang telah selesai disusun,
2.      bagaimanakah pelaksanaan kurikulum dan relevansi kurikulum dengan kebutuhan pengguna jasa pendidikan.
Kalau yang dinilai adalah pembelajaran maka asesmen dapat diartikan sebagai suatu proses pegumpulan informasi secara sistematis (termasuk penginterpretasian, dan pencatatan serta penggunaan informasi) tentang berbagai komponen pembelajaran untuk mengetahui karakteristik komponen pembelajaran, kekuatan dan kelemahannya, proses pelaksanaan, dan hasil yang dicapai sesuai aturan.
Kalau yang ingin dinilai adalah proses dan hasil belajar, maka asesmen proses dan hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu proses pegumpulan informasi secara sistematis tentang prestasi dan pencapaian peserta didik  dalam belajar tanpa merujuk pada keputusan ini.Disamping itu, asesmen yang komprehensif dan berkelanjutan akan sangat bermakna dalam :
1.      menyediakan informasi yang akurat
2.      memotivasi dan menantang ( challenging ) peserta didik dalam belajar
3.      memotivasi pendidik dalam membelajarkan dan
4.       meningkatkan kualitas dalam pembelajaran.
Instrumen yang digunakan tidak hanya terpaku pada tes, tetapi menggunakan cara lain yang lebih inovatif sesuai dengan fungsinya, seperti demontrasi, presentasi, observasi, formal, interviu, skala, portofolio, rubrik, jurnal, peta konsep, check list, proyek, laporan, kritik terbuka dan tertulis, unjuk kerja, dan self-assessment, dsbnya.
Menurut Djemari Mardapi ( 2012: 12)  penilaian atau asesmen merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan upayah meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik.
Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa penilaian / esesmen adalah proses pengumpulan data atau informasi dari proses pembelajaran. Data atau informasi ini digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian.

C.    EVALUASI
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses penggambaran , pemerolehan dan penyediaan informasi yang berguna untuk penetapan alternatif-alternatif keputusan. Evaluasi yang baik tidak dapat dilakukan tanpa pengukuran dan asesmen, karena pemberian makna hanya dimungkinkan berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan  berdasarkan pengukuran dan asesmen ( Muri Yusuf ,2011: 22 )
Menurut Djemari Mardapi ( 2012: 26 )  evaluasi secara singkat dapat didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk menentukan pencapaian. Evaluasi juga dapat diartikan sebagai penentu kesesuaian antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi selalu berhubungan dengan kebijakan dan dilakukan secara bersama-sama dengan pembuat kebijakan. Dalam praktiknya untuk menperoleh hasil yang tepat dan akurat, tim yang malakukan evaluasi harus bekerja sama dengan yang membuat kebijakan. Tim ini pada dasarnya bertugas membantu memuat kebijakan untuk memilih alternatif pemecahan masalah yang tepat.
Menurut Ralph Tyler evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat tercapai. Evaluasi sebagai pembeda apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah yang selisi ( R. Farida Yusuf Tayibnapis 2000: 3 )
Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu.pengukuran dan penilain merupakan dua kegiatan yang berkaitan erat. Penilaian tidak dapat dilakukan tanpa didahului dengan kegiatan pengukuran. Pengukuran dilakukan untuk tujuan mengambil keputusan dalam penilaian.
Jadi evaluasi bisa diartikan sebagai proses untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai..

                                                  



DAFTAR PUSTAKA

Mardapi Djemari. 2012. Pengukuran, penilaian dan evaluasi pendidikan.Yogyakarta : Nuhu Medika
Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Tayibnapis Farida Yusuf . 2000. Evaluasi Program. Jakarta : PT Rineka Cipta
Yusuf Muri . 2011. Asesmen dan evaluasi pendidikan. Padang : UNP Press


BELAJAR VERBAL

BELAJAR VERBAL
A.      Ruang lingkup
Bentuk belajar  verbal  merupakan bentuk belajar sederhana  dan dapat menjadi dasar bagi bentuk-bentuk belajar lain. Bentuk belajar ini menekan pada kemampuan menyampaikan ide dengan kata-kata, seperti dalam belajar bahasa, atau kemampuan mengingat suatu konsep atau perinsip tertentu dan menyatakan kembali dengan kata-kata.
Prinsip belajar verbal adalah proses pembentukan asosiasi verbal, yaitu hubungan antar objek yang diamati atau objek yang dibayangkan dengan kata-kata. Sesorang yang mempunyai kemampuan asosiasi verbal, dapat menyatakan dengan jelas tentang suatu objek, baik keberadaannya, ciri-cirinya, apa yang membedakan dan menyamakan objek tersebut dari objek lain, dan kaitan antara objek yang satu dengan yang lain. Kemampuan menyatakan dengan jelas itu, bukan semata-mata ketika dihadiri objeknya itu sendiri saja, melainkan juga ketika dirinya membayangkan objek tersebut.
Belajar verbal berkaitan juga dengan bentuk belajar konsep dan aturan. Dalam pelajaran bahasa misalnya, kemampuan membentuk asosiasi verbal sangat penting, agar seseorang dapat menyatakandan menjelaskan tentang apa yang dibayangkan atau tentang objek tertentu. Bukan hanya sampai disini kemampuan asosiasi verbal diperlukan, melainkan juga dapat mengamati perbedaan, persamaan, dan hubungan dalam upaca mencapai konsep. Disamping itu, dalam menyatakan idenya seseorang juga harus berpegang pada aturan-aturan gramatik (tata bahasa), agar pernyataan verbalnya dapat dimengerti oleh orang lan (Sumiati dan Asra 2007: 54)
B.       Materi dan prosedur
Materi-materi pembelajaran yang digunakan untuk belajar verbal berkaitan dengan kata-kata, ungkapan dan kalimat. Kemampuan yang diharapkan dapat dicapai dalam proses belajar meliputi kemampuan mengingat dan menyatakan kembali apa yang dipelajari secara bebas dan cepat, kemampuan merangkaikan kata atau kalimat berdasarkan aturan tertentu, dan kemampuan memasang-masangkan kata, rangkaian kata atau kalimat yang mmempunyai hubungan satu sama lain.
Agar proses belajar itu efektif, materi pembelajaran yang dipelajari hendaknya mempunyai makna bagi dirinya. Kebermaknaan materi pembelajaran itu dapat didasarkan atas :
1.                  Dikenalnya obyek kehidupan sehari-hari.
2.                  Seringnya ditemukan obyek itu.
3.                  Dikenalnya maksud kata atau ungkapan itu.
Kebernaknaan materi pembelajaran yang dipelajari ini dapat memungkinkan  seseorang mengingat dalam waktu lama. Proses pembelajaran verbal yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, berlangsung melalui latihan yang bersifat praktis. Untuk menunjang keberhasilan latihan, digunakan media, baik bentuk-bentuk, gambar-gambar, bagan kata-kata atau bagan kalimat.
                        Praktik latihan dalam belajar verbal berlangsung dengan cara guru menyodorkan gambar dan siswa menyatakan kata atau kalimat sesuai dengan gambar itu atau dengan cara guru mrnyodorkan suatu bentuk kalimat, siswa mengganti suatu kata tertentu untuk membuat kalimat dalam bentuk yang lain.
Prinsip-prinsip psikologis dalam melakukan latihan yang sepatutnya dipegang oleh guru, adalah prinsip pengkondisian melalui pemberian ganjaran sebagai penguat dan hukuman sebagai penghapus  tingkah laku yang tidak dihendaki.
Henry C. Ellis (1978:35) membagi pembelajaran verbal menjadi empat prosedur dasar yaitu, Serial Learning (pembelajaran berseri), Paired Assosiate Learning (pembelajaran asosiasi berpasangan), free recall learning (rikol bebas) dan Recognation Learning (belajar rekognisi).
     Adapun empat prosedur dasar pembelajaran verbal adalah sebagai berikut:
1.    Serial Learning (Pembelajaran Berseri)
Pembelajaran berseri merupakan unit-unit verbal yang dihadirkan dengan perintah yang sama berdasarkan beberapa percobaan. Contoh serial learning salah satunya adalah belajar membaca dan mengingat alphabet. Kebanyakan orang dapat membaca dan mengurutkan hari, tanggal dan bulan ataupun alphabet adalah hasil dari belajar menggunakan serial learning.
Dalam pembelajaran jenis ini, subjek diberi stimulus berseri (berurutan) dan kemudian diisyaratkan untuk mengulangi (menyatakan kembali) apa yang telah diterima subjek tersebut, sehingga nantinya mereka mampu menginggat urutan dari suatu yang mereka pelajari dengan urutan yang sama pada saat mereka latihan atau belajar.

2.    Paired Associate Learning (Belajar Asosiasi Berpasangan)
Di dalam pembelajaran asosiasi berpasangan (Peired Associate Learning) tugas dari seorang pelajar adalah mempelajari pasangan item, satu dari anggota pasangan tersebut merupakan stimulus dan anggota yang lainnya menjadi responnya. Contoh yang paling umum dari pembelajaran jenis ini adalah mempelajari kosa kata bahasa asing. Setiap kata dari bahasa asing dipasangkan dengan kata yang sama didalam bahasa ibu, umpamanya : “penggaris”-“rule”, “bunga”-flower”, dll.Contoh yang lebih rumit adalah dengan menggunakan pasangan kata yang keduanya sebagai stimulus, kemudian subjek melahirkan respon terhadap pasangan tersebut seperti.
Dengan begitu dapat ditarik kesimpulam bahwa paired associate learningini memerlukan proses yang lebih kompleks dan menghendaki manusia untuk tidak pasif dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus. Mereka harus belajar mengorganisir, memahami kode dan melakukan usaha belajar lebih banyak.
3.    Free Recall learning (Mengingat Bebas)
Dalam pembelajaran mengingat bebas (Free recall) ini subjek disajikan serangkaian item verbal pada suatu saat diminta untuk mengingat kembali item tersebut tanpa memperhatikan susunannya. Susunan item yang disajikan bervariasi dan sipelajar bebas mengingat kembali unit tersebut sesuai keinginannya.
Pada level mengingat bebas selanjutnya, yang lebih tinggi tingkatannya adalah pelajar diminta mengingat kata-kata tersebut dengan cara mengklasifikasikannya menurut kategori-kategori tertentu, misalnya yang termasuk kategori sayuran, buah-buahan,dan lain-lain.
Prosedur free recall sangat penting karena metode ini memungkinkan penyelidikan tentang;
a.     bagaimana peserta didik mengelompokkan materi-materi yang dipelajari,
b.    petunjuk yang digunakan peserta didik dalam proses belajar dan digunakan dalam melakukan recall (pemanggilan kembali),
c.    strategi yang digunakan peserta didik dalam memunculkan memori.
4.    Recognition Learning (Pembelajaran Pengenalan)
Pada pembelajaran ini, subjek akan diperlihatkan item di dalam fase belajar, kemudian diuji untuk mengingat dalam urutan latihan tertentu. Pada tahap pemberian ujian subjek diminta untuk memberikan respon dengan mengatakan “ya” atau “tidak” pada saat ia melihat sebuah item. Jika kata-kata yang diujikan itu termasuk  kata-kata yang sudah ditunjukkan pada fase-fase terdahulu, maka ia menjawab “ya” dan tidak jika sebaliknya
Pembelajaran pengenalan merupakan proses dimana kita bisa membedakan peristiwa yang sudah lazim dari peristiwa yang tidak lazim di lingkungan kita. Pada dasarnya jenis belajar ini sama dengan free recall learning. Dalam recognition learning (belajar pengenalan), peserta didik memperlihatkan tahap-tahap belajar yang kemudian diuji untuk mengenalinya kembali dalam beberapa percobaan. Jadi, inti dari pembelajaran ini adalah kita mampu membedakan peristiwa yang sudah akrab dengan peristiwa yang belum akrab
Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia juga melakukan recognition learning, seperti saat mengenali wajah seseorang yang pernah bertemu sebelumnya, atau tempat-tempat penting di suatu daerah. Pada dasarnya, recognition learning mengarah pada proses perubahan suatu item dari tidak familiar menjadi lebih familiar. Jadi dalam proses ini, peserta didik hanya perlu mengindikasikan sesuatu sebagai hal yang baru atau sudah lama ia ketahui/pelajari.
C.  Asosianisme dan belajar verbal
Pendekatan klasik untuk pembelajaran verbal ini berasal dari teori asosiasi. Hal yang penting dalam pembelajaranini adalah variabel tugas seperti kebermaknaan item, keakraban dengan item, frekuensi item, frekuensi pengalaman dan kemiripan di antara item. Kebermaknaan (meaningfulness) dapat didefenisikan dalam arti jumlah asosiasi yang dimunculkan oleh unit verbal, dengan item yang lebih bermakna yang dimunculkan lebih banyak asosiasi.
1.    Meaningfullness (Kebermaknaan) dan Belajar Verbal
          Kajian tentang pengaruh kebermaknaan ini berasal dari teori kemungkinan asosiasi (association probability theory), bahwa semakin banyak asosiasi dimunculkan oleh anggota pasangan, semakin besar kemungkinan bahwa sebuah asosiasi dari stimulus dan respon akan berkaitan. Kebermaknaan dapat dikatakan sebagai tingkat dan jumlah asosiasi dari unsur verbal, dengan banyaknya item-item yang penuh makna, maka akan meningkatkan asosiasi itu sendiri.
          Teori lain yang juga mengandung kebermaknaan adalah encoding of integrated units. Teori ini juga mengarah kepada teori kognitif. Teori ini mengarah pada dua prinsip, yang pertama membahas mengenai proses belajar respon dan yang lain membahas pembelajaran stimulus.
2.    Similarity (Kesamaan/kemiripan) dan Belajar Verbal
Kesamaan adalah factor lain yang berpengaruh terhadap upaya pemahaman verbal. Efeknya tergantung pada jenis upaya pemahaman verbal yang dilakukan. Pengaruh kesamaan tergantung pada jenis tugas verbal learning tersebut. Dalam kasus tertentu kesamaan malah membantu pembelajaran dan pada kasus lain dapat pula menghalangi pembelajaran.
a.    Kesamaan formal (formal similarity)
Kesamaan formal adalah jumlah kebiasaan/tumpang tindihnya huruf yang digunakan dalam menyusun daftar item.
b.       Kesamaan makna (meaningful similarity)
Kesamaan makna ini memiliki kaitan dengan sinonim
c.       Kesamaan konseptual (conceptual similarity)
Kesamaan konseptual berkaitan dengan kesamaan konsep dan serangkaian kata.
D.  Analisis tahap belajar verbal
Menurut Ellis (1978:38-39) tahap-tahap belajar verbal antara lain adalah respon and associative learning (pembelajaran asosiatif dan respon), stimulus discrimination (pembelajaran stimulus), Stimulus selection (pemilihan stimulus) dan Stimulus coding (pengkodean stimulus).
a.    Respon and associative learning (pembelajaran asosiatif dan respon)
Dalam tahap ini, ada dua tahap yang harus dilalui, yakni tahap pembelajaran respon dan tahap asosiatif. Pada tahap pembelajaran respon, kita harus mempelajari respon supaya mampu mengingat kembali. Sedangkan tahap asosiatif adalah tahap di mana kita memancing respon tertentu terhadap stimulus tertentu.
b.     Stimulus discrimination (perbedaan stimulus)
Perbedaan stimulus merupakan sebuah proses dasar dalam upaya pemahaman asosiasi. Pelajar harus membedakan bentuk-bentuk stimulus apabila ingin menghubungkan stimulus tertentu dengan respon tertentu. Semakin tinggi tingkat stimulus semakin penting proses yang akan dilakukan. 
c.         Stimulus selection (pemilihan stimulus)
Pada pemilihan stimulus hanya digunakan satu bagian stimulus eksperimenter yang diambil sebagai perwakilan dari stimulus secara keseluruhan. Stimulus eksperimenter adalah stimulus nominal sedangkan yang digunkan subjek untuk menilai respon adalah stimulus fungsional. Misalnya saja ketika kita melihat sepintas ke mobil, kita boleh langsung saja mengatakan bahwa itu adalah mobil tanpa harus melihat secara keseluruhan seperti mesinnya, isi dalamnya dan lain sebagiannya.
d.        Stimulus coding (pengkodean stimulus).
Stimulus coding merupakan di mana kita merubah atau memindakan sebuah stimulus nominal menjadi beberapa bentuk baru atau pengulangan stimulus. Penukaran stimulus dalam bentuk input baru dinamakan substitution coding, sedangkan penukaran yang memerlukan informasi tambahan dinamakan elaboration coding
E.  Pendekatan kognitif motivasi dan belajar verbal
Secara teoritis, pemunculan respon tergantung pada kekuatan hubungan asositif dan penguatan asosiasi merupakan masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor seperti frekuensi, kontiguitas dan penguatan. Konsep kognitif mulanya dikembangkan oleh ahli psikologi aliran gestal seperti Wolfgang Kohler dan Kutr Koffka. Menurut teori Gestalt kontiguitas dan frekwensi dari suatu pengalaman akan menjadi penting bila mereka berpeluang melakukan proses pengorganisasian.
Asosiasi tidak dipelajari melalui proses pengulangan yang dipelajari tersebut adalah semacam unit atau semua pengalaman yang terorganisir, bukan merupakan asosiasi stimulus respon. Asumsi kedua dari ahli psikologi Gestalt adalah bahwa pembelajaran dan memori merupakan proses yang aktif. Pembelajaran melibatkan strategi tanggapan, proses pengorganisasian, dan sejenisnya. Beberapa contoh dari penelitian verbal yang didasari oleh pendekatan kognitif adalah peneilitan tentang Clustering in free recall, coding, suatu proses penggantian informasi yang akan di ingat, Subjective Organization, yakni suatu proses atau prosedur pengorganisasian yang dibuat sendiri oleh manusia bila tidak ada struktur yang temukan, dan Mental imaginary, yakni proses penggunaan imajinasi (daya khayal) mental sehingga seseorang dapat membentuk basis belajarnya sendiri.
Clustering in free recall merupakan proses pemanggilan kembali materi yang tersimpan didalam memori dengan cara bebas yang berbeda dari apa yang disajikan sebelumnya. Bila materi yang disajikan berisi asosiasi yang saling menolong maka kita cendrung untuk mengingatnya kembali seperti adanya.
Ada dua proses dalam pendekatan ini, yaitu:
1.    Assosiative clustering
Merupakan pengelompokkan atau pengorganisasian materi verbal dengan menghubungkan satu kata dengan kata yang lain, jika materi itu saling berhubungan  kemudian cenderung mengingat kembali. Contohnya adalah kata tua-muda, besar-kecil, panas-dingin.
2.    Category clustering
Merupakan pengingatan/pemanggilan kembali item-item dengan menghubungkan pada konsep-konsep tertentu. contohnya “gula” bisa dihubungkan dengan “manis”.
F.   Motivasi dan belajar verbal
Motivasi dalam bentuk  ketidaknyaman (anxiety) merupakan faktor yang mempengaruhi penampilan tugas-tugas dalam pembelajaran verbal. Secara umum kita dapat melihat bahwa bila tugas semakin kompleks, maka motivasi tidak begitu diperlukan mencapai pembelajaran yang efektif. Kitidaknyamanan tidak hanya mempengaruhi kita didalam belajar tetapi juga penanpilan kita didalam kelas.
Anak yang merasa nyaman cendrung memikirkan hal-hal yang tiak relevan dengan pembelajarannya seperti warna dinding, coretan di jendela dll. Artinya akan memuat anak tidak fokus dalam pembelajaran. Pengendalian kenyaman di dalam kelasa tergantung pada kemampuan untuk menfokuskan dalam mempertahankan perhatian pada topik yang dibahas dan pengembangan kebiasaan memonitor ruanan kelas untuk menghindaran lamunan (daydreaming)


miskonsepsi dalam bimbingan dan konseling

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Miskonsepsi 1.       Pengertian Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan ...