apa yang bisa kita ambil dari cuplikan video ini??
Senin, 04 Desember 2017
Sabtu, 25 November 2017
PENGUKURAN DAN PENILAIN BK
PENGERTIAN PENGUKURAN,
ASSESSMENT/PENILAIAN
DAN EVALUASI DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
A.
PENGUKURAN
Pengukuran dalam
pendidikan atau pembelajaran merupakan suatu prosedur penerapan angka atau
simbol terhadap atribut atau objek atau kegiatan maupun kejadian sesuai dengan
aturan-aturan tertentu. Dalam melalukan pengukuran, seseorang dapat menyediakan
informasi dalam berbagai aspek yang relevan dengan keputusan yang akan diambil.
Jangan pula dilupakan bahwa kita tidak pernah mengukur benda, orang atau objek.
Kita selalu mengukur kualitas atau atribut benda. Justru karena itu, pengukuran
dapat digunaan pendidik atau tenaga kependidikan lainnya, dalam mengumpulkan
informasi kualitatif, dengan mengingat unsur-unsur seperti angka, penerapan dan
aturan.
1. Angka
atau simbol
Angka
dan simbol yang dapat diolah secara statistik atau dimanipulasi secara
sistematis, seperti 1, 2, 3, dan seterusnya; atau l, ll, lll dan seterusnya.
2. Penerapan
Penerapan
Ini berarti bahwa angka atau simbol itu diterapkan terhadap obyek kejadian
tertentu yang dimaksudkan
3. Aturan
Aturan
itu dimaksudkan sebagai patokan tentang benar tidaknya tindakan yang dilakukan
atau sesuatu kejadian atau obyek yang dikuasai seseorang.
Pengukuran tidak
semata-mata tergantung pada tes sebagai alat ukur, tetapi juga dapat digunakan
cara lain asal hasilnya dapat dikualifikasikan (dinyatakan dalam bentuk angka).
Jika dikaitkan dengan asesmen, maka pengukuran dapat pula diartikan sebagai
asesmen dengan cara-cara khusus.
ada
tiga langkah yang perlu dilalui dalam melaksanakan pegukuran, yaitu:
a. Mengidentifikasi
dan merumuskan atribut atau kualitas yang akan diukur.
b. Menentukan
seperangkat operasi yang dapat digunakan mengukur atribut tersebut.
c. Menetapkan
seperangkat prosedur atau definisi untuk menerjemahkan hasil pegukuran kedalam
pernyataan/data kuantitatif. ( Muri
Yusuf,2011: 10)
Menurut
Kerlingar 1996 pengukuran ( meesurement
) adalah membandingkan suatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian
menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu. Pengukuran dilakukan untuk
mendapatkan data yang objektif. Objektifitas dapat dicapai karena pengumpulaan
data mengambil jarak dengan objek yang diukur dan menyerahkan wewenang
pengukuran kepada alat ukur. Penyerahan wewenang pengukur kepada alat ukur
menyebabkan pengumpulan data tidak lagi subjektif. Dalam pengumpulan data
pendidikan, pengukuran juga dilakukan untuk memperoleh data yang objektif.
Dalam pengukuran data hasil belajar misalnya, pengukuran dilakukan atas siswa
menggunakan tes hasil belajar sebagai alat ukur (Dr. Purwanto, M.Pd, 2009: 3)
Menurut
Djemari Mardapi (2012: 1) pengukuran pendidikan merupakan kegiatan melakukan
kualifikasi gejala atau opjek. Gejala dan objek ini bisa merupakan motivasi,
prestasi, percaya diri atau prestasi yang semuanya dalam bentuk angka.hasil
pengukuran yang baik akan menghasilkan data yang baik. Selanjutnya data ini
diolah menjadi informasi. Informasi ini digunakan sebagai pertimbangan dalam
menentukan kebijakan.akan tetapi, bila hasil pengukuran tidak baik,dengan
tehnik apapun yang digunakan untuk menganalisis data, hasilnya akan tidak
baik.data yang tidak baik tidak bisa diolah menjadi informasi yang baik. Oleh
karena itu, pengukuran memegang peran penting dalam bidang pendidikan.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengukuran adalah pengumpulan data secara objektif, membandingkan objek yang akan diukur dengan
alat ukur dengan mengingat unsur-unsur seperti angka, penerapan dan aturan. Tujuannya
adalah memperoleh data yang baik yang nanti akan digunakan untuk perbaikan
objek yang diukur.
B.
PENILAIAN
/ ASESMEN
Asesmen
( penilaian) dapat diartikan sebagai suatu proses pengumpulan data dan / atau
informasi ( termasuk didalamnya pengolahan dan pendokumentasian ) secara
sistematis tentang suatu atribut , orang atau objek baik berupa data kualitatif
dan kuantitatif tentang jumlah, keadaan, kemampuan atau kemajuan suatu atribut, objek atau orang
/ individu yang dinilai,tanpa merujuk pada keputusan nilai ( value judgement)
Apabila
bidang yang dinilai adalah kegiatan belajar dan pembelajaran,maka arah asesmen
adalah assesmen hendaklah menyertai semua kompnen-komponen belajar dan
pembelajaran, dapat dilakukan diawal kegiatan, sedang kegiatan berlangsung,
maupun diakhir kegiatan pembelajaran
Fokus
utama adalah untuk mengetahui pencapaian dan kemajuan peserta didik dalam
belajar serta memperbaiki proses pembelajaran dan kegiatan peserta didik dalam
belajar (assessment of learning and
assessment for learning ). Dengan menggunakan asesmen yang baik,
guru/pendidik mengetahui dimana
kelemahan-kelemahannya dalam membelajarkan sehingga dapat diperbaiki ( Muri
Yusuf , 2011: 14)
Andaikata yang
mau dinilai hanya kurikulum, maka asesmen kurikulum dapat diartikan sebagai
proses pegumpulan informasi secara sistematis tentang kurikulum, antara lain:
1. bagaimanakah
ketetapan kurikulum yang telah selesai disusun,
2. bagaimanakah
pelaksanaan kurikulum dan relevansi kurikulum dengan kebutuhan pengguna jasa
pendidikan.
Kalau yang
dinilai adalah pembelajaran maka asesmen dapat diartikan sebagai suatu proses
pegumpulan informasi secara sistematis (termasuk penginterpretasian, dan
pencatatan serta penggunaan informasi) tentang berbagai komponen pembelajaran
untuk mengetahui karakteristik komponen pembelajaran, kekuatan dan
kelemahannya, proses pelaksanaan, dan hasil yang dicapai sesuai aturan.
Kalau yang ingin
dinilai adalah proses dan hasil belajar, maka asesmen proses dan hasil belajar
dapat diartikan sebagai suatu proses pegumpulan informasi secara sistematis
tentang prestasi dan pencapaian peserta didik
dalam belajar tanpa merujuk pada keputusan ini.Disamping itu, asesmen
yang komprehensif dan berkelanjutan akan sangat bermakna dalam :
1. menyediakan
informasi yang akurat
2. memotivasi
dan menantang ( challenging ) peserta
didik dalam belajar
3. memotivasi
pendidik dalam membelajarkan dan
4. meningkatkan kualitas dalam pembelajaran.
Instrumen
yang digunakan tidak hanya terpaku pada tes, tetapi menggunakan cara lain yang
lebih inovatif sesuai dengan fungsinya, seperti demontrasi, presentasi,
observasi, formal, interviu, skala, portofolio, rubrik, jurnal, peta konsep,
check list, proyek, laporan, kritik terbuka dan tertulis, unjuk kerja, dan self-assessment, dsbnya.
Menurut
Djemari Mardapi ( 2012: 12) penilaian
atau asesmen merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan upayah
meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
pembelajaran dan kualitas sistem penilaian. Keduanya saling terkait, sistem
pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik.
Dari
penjelasan diatas, disimpulkan bahwa penilaian / esesmen adalah proses
pengumpulan data atau informasi dari proses pembelajaran. Data atau informasi
ini digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem
penilaian.
C.
EVALUASI
Evaluasi
dapat diartikan sebagai suatu proses penggambaran , pemerolehan dan penyediaan
informasi yang berguna untuk penetapan alternatif-alternatif keputusan.
Evaluasi yang baik tidak dapat dilakukan tanpa pengukuran dan asesmen, karena
pemberian makna hanya dimungkinkan berdasarkan data dan informasi yang
dikumpulkan berdasarkan pengukuran dan
asesmen ( Muri Yusuf ,2011: 22 )
Menurut
Djemari Mardapi ( 2012: 26 ) evaluasi
secara singkat dapat didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk
menentukan pencapaian. Evaluasi juga dapat diartikan sebagai penentu kesesuaian
antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi selalu
berhubungan dengan kebijakan dan dilakukan secara bersama-sama dengan pembuat
kebijakan. Dalam praktiknya untuk menperoleh hasil yang tepat dan akurat, tim
yang malakukan evaluasi harus bekerja sama dengan yang membuat kebijakan. Tim
ini pada dasarnya bertugas membantu memuat kebijakan untuk memilih alternatif
pemecahan masalah yang tepat.
Menurut
Ralph Tyler evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan
pendidikan dapat tercapai. Evaluasi sebagai pembeda apa yang ada dengan suatu standar
untuk mengetahui apakah yang selisi ( R. Farida Yusuf Tayibnapis 2000: 3 )
Evaluasi
adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria
tertentu.pengukuran dan penilain merupakan dua kegiatan yang berkaitan erat.
Penilaian tidak dapat dilakukan tanpa didahului dengan kegiatan pengukuran.
Pengukuran dilakukan untuk tujuan mengambil keputusan dalam penilaian.
Jadi
evaluasi bisa diartikan sebagai proses untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian
antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai..
DAFTAR PUSTAKA
Mardapi
Djemari. 2012. Pengukuran, penilaian dan
evaluasi pendidikan.Yogyakarta : Nuhu Medika
Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta :
Pustaka Belajar
Tayibnapis Farida Yusuf
. 2000. Evaluasi Program. Jakarta :
PT Rineka Cipta
Yusuf Muri . 2011. Asesmen dan evaluasi
pendidikan. Padang
: UNP Press
BELAJAR VERBAL
BELAJAR
VERBAL
A.
Ruang
lingkup
Bentuk
belajar verbal merupakan bentuk belajar sederhana dan dapat menjadi dasar bagi bentuk-bentuk
belajar lain. Bentuk belajar ini menekan pada kemampuan menyampaikan ide dengan
kata-kata, seperti dalam belajar bahasa, atau kemampuan mengingat suatu konsep
atau perinsip tertentu dan menyatakan kembali dengan kata-kata.
Prinsip
belajar verbal adalah proses pembentukan asosiasi verbal, yaitu hubungan antar
objek yang diamati atau objek yang dibayangkan dengan kata-kata. Sesorang yang
mempunyai kemampuan asosiasi verbal, dapat menyatakan dengan jelas tentang
suatu objek, baik keberadaannya, ciri-cirinya, apa yang membedakan dan
menyamakan objek tersebut dari objek lain, dan kaitan antara objek yang satu
dengan yang lain. Kemampuan menyatakan dengan jelas itu, bukan semata-mata
ketika dihadiri objeknya itu sendiri saja, melainkan juga ketika dirinya
membayangkan objek tersebut.
Belajar
verbal berkaitan juga dengan bentuk belajar konsep dan aturan. Dalam pelajaran
bahasa misalnya, kemampuan membentuk asosiasi verbal sangat penting, agar
seseorang dapat menyatakandan menjelaskan tentang apa yang dibayangkan atau
tentang objek tertentu. Bukan hanya sampai disini kemampuan asosiasi verbal
diperlukan, melainkan juga dapat mengamati perbedaan, persamaan, dan hubungan
dalam upaca mencapai konsep. Disamping itu, dalam menyatakan idenya seseorang
juga harus berpegang pada aturan-aturan gramatik (tata bahasa), agar pernyataan
verbalnya dapat dimengerti oleh orang lan (Sumiati dan Asra 2007: 54)
B.
Materi
dan prosedur
Materi-materi
pembelajaran yang digunakan untuk belajar verbal berkaitan dengan kata-kata,
ungkapan dan kalimat. Kemampuan yang diharapkan dapat dicapai dalam proses
belajar meliputi kemampuan mengingat dan menyatakan kembali apa yang dipelajari
secara bebas dan cepat, kemampuan merangkaikan kata atau kalimat berdasarkan
aturan tertentu, dan kemampuan memasang-masangkan kata, rangkaian kata atau
kalimat yang mmempunyai hubungan satu sama lain.
Agar
proses belajar itu efektif, materi pembelajaran yang dipelajari hendaknya
mempunyai makna bagi dirinya. Kebermaknaan materi pembelajaran itu dapat
didasarkan atas :
1.
Dikenalnya obyek kehidupan sehari-hari.
2.
Seringnya ditemukan obyek itu.
3.
Dikenalnya maksud kata atau ungkapan
itu.
Kebernaknaan
materi pembelajaran yang dipelajari ini dapat memungkinkan seseorang mengingat dalam waktu lama. Proses
pembelajaran verbal yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, berlangsung
melalui latihan yang bersifat praktis. Untuk menunjang keberhasilan latihan,
digunakan media, baik bentuk-bentuk, gambar-gambar, bagan kata-kata atau bagan
kalimat.
Praktik
latihan dalam belajar verbal berlangsung dengan cara guru menyodorkan gambar
dan siswa menyatakan kata atau kalimat sesuai dengan gambar itu atau dengan
cara guru mrnyodorkan suatu bentuk kalimat, siswa mengganti suatu kata tertentu
untuk membuat kalimat dalam bentuk yang lain.
Prinsip-prinsip
psikologis dalam melakukan latihan yang sepatutnya dipegang oleh guru, adalah
prinsip pengkondisian melalui pemberian ganjaran sebagai penguat dan hukuman
sebagai penghapus tingkah laku yang
tidak dihendaki.
Henry C. Ellis
(1978:35) membagi pembelajaran verbal menjadi empat prosedur dasar yaitu, Serial Learning (pembelajaran berseri), Paired Assosiate Learning (pembelajaran
asosiasi berpasangan), free recall learning
(rikol bebas) dan Recognation Learning
(belajar rekognisi).
Adapun empat prosedur dasar pembelajaran
verbal adalah sebagai berikut:
1.
Serial Learning (Pembelajaran Berseri)
Pembelajaran
berseri merupakan unit-unit
verbal
yang dihadirkan
dengan perintah yang sama berdasarkan beberapa percobaan. Contoh serial learning salah satunya adalah
belajar membaca dan mengingat alphabet. Kebanyakan orang dapat membaca dan
mengurutkan hari, tanggal dan bulan ataupun alphabet adalah hasil dari belajar
menggunakan serial learning.
Dalam pembelajaran jenis ini, subjek diberi stimulus
berseri (berurutan) dan kemudian diisyaratkan untuk mengulangi (menyatakan
kembali) apa yang telah diterima subjek tersebut, sehingga nantinya mereka
mampu menginggat urutan dari suatu yang mereka pelajari dengan urutan yang sama
pada saat mereka latihan atau belajar.
2.
Paired Associate Learning (Belajar Asosiasi Berpasangan)
Di dalam
pembelajaran asosiasi berpasangan (Peired
Associate Learning) tugas
dari seorang pelajar adalah mempelajari pasangan item, satu dari anggota
pasangan tersebut merupakan stimulus dan anggota yang lainnya menjadi responnya. Contoh
yang paling umum dari pembelajaran jenis ini adalah mempelajari kosa kata
bahasa asing. Setiap kata dari bahasa asing dipasangkan dengan kata yang sama
didalam bahasa ibu, umpamanya : “penggaris”-“rule”, “bunga”-flower”, dll.Contoh yang lebih rumit adalah dengan
menggunakan pasangan kata yang keduanya sebagai stimulus,
kemudian subjek melahirkan respon
terhadap pasangan tersebut seperti.
Dengan begitu
dapat ditarik kesimpulam bahwa paired
associate learningini memerlukan proses yang lebih kompleks dan menghendaki
manusia untuk tidak pasif dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus.
Mereka harus belajar mengorganisir, memahami kode dan melakukan usaha belajar
lebih banyak.
3.
Free Recall
learning (Mengingat
Bebas)
Dalam
pembelajaran mengingat bebas (Free recall) ini subjek disajikan serangkaian item verbal pada
suatu saat diminta untuk mengingat kembali item tersebut tanpa memperhatikan
susunannya. Susunan item yang disajikan bervariasi dan sipelajar bebas
mengingat kembali unit tersebut sesuai keinginannya.
Pada level mengingat bebas selanjutnya, yang lebih
tinggi tingkatannya adalah pelajar diminta mengingat kata-kata tersebut dengan
cara mengklasifikasikannya menurut kategori-kategori tertentu, misalnya yang
termasuk kategori sayuran, buah-buahan,dan lain-lain.
Prosedur free
recall sangat penting karena metode ini memungkinkan penyelidikan tentang;
a. bagaimana
peserta didik mengelompokkan materi-materi yang dipelajari,
b. petunjuk yang digunakan peserta didik dalam proses
belajar dan digunakan dalam melakukan recall
(pemanggilan kembali),
c. strategi yang digunakan peserta didik dalam
memunculkan memori.
4.
Recognition Learning (Pembelajaran Pengenalan)
Pada pembelajaran ini, subjek akan diperlihatkan item
di dalam fase belajar, kemudian diuji untuk mengingat dalam urutan latihan
tertentu. Pada tahap pemberian ujian subjek diminta untuk memberikan respon
dengan mengatakan “ya” atau “tidak” pada saat ia melihat sebuah item. Jika
kata-kata yang diujikan itu termasuk
kata-kata yang sudah ditunjukkan pada fase-fase terdahulu, maka ia
menjawab “ya” dan tidak jika sebaliknya
Pembelajaran pengenalan merupakan proses dimana kita
bisa membedakan peristiwa yang sudah lazim dari peristiwa yang tidak lazim di
lingkungan kita. Pada dasarnya jenis belajar ini sama dengan free recall learning. Dalam
recognition learning (belajar
pengenalan), peserta didik memperlihatkan tahap-tahap belajar yang kemudian
diuji untuk mengenalinya kembali dalam beberapa percobaan. Jadi, inti dari pembelajaran ini adalah kita mampu
membedakan peristiwa yang sudah akrab dengan peristiwa yang belum akrab
Di dalam kehidupan sehari-hari,
manusia juga melakukan
recognition learning, seperti saat mengenali wajah
seseorang yang pernah bertemu sebelumnya, atau tempat-tempat penting di suatu
daerah. Pada dasarnya, recognition
learning mengarah pada proses perubahan suatu item dari tidak familiar
menjadi lebih familiar. Jadi dalam proses ini, peserta didik hanya perlu
mengindikasikan sesuatu sebagai hal yang baru atau sudah lama ia
ketahui/pelajari.
C. Asosianisme dan belajar verbal
Pendekatan
klasik untuk pembelajaran verbal ini berasal dari teori asosiasi. Hal
yang penting dalam pembelajaranini
adalah variabel tugas seperti kebermaknaan item, keakraban dengan item,
frekuensi item, frekuensi pengalaman dan kemiripan di antara item. Kebermaknaan
(meaningfulness) dapat didefenisikan dalam arti
jumlah asosiasi yang dimunculkan oleh unit verbal, dengan item yang lebih
bermakna yang dimunculkan lebih banyak asosiasi.
1. Meaningfullness (Kebermaknaan)
dan Belajar Verbal
Kajian tentang pengaruh kebermaknaan
ini berasal dari teori kemungkinan asosiasi (association probability theory), bahwa semakin banyak asosiasi
dimunculkan oleh anggota pasangan, semakin besar kemungkinan bahwa sebuah
asosiasi dari stimulus dan respon akan berkaitan. Kebermaknaan dapat dikatakan
sebagai tingkat dan jumlah asosiasi dari unsur verbal, dengan banyaknya
item-item yang penuh makna, maka akan meningkatkan asosiasi itu sendiri.
Teori lain yang juga mengandung
kebermaknaan adalah encoding of
integrated units. Teori ini juga mengarah kepada teori kognitif. Teori ini
mengarah pada dua prinsip, yang pertama membahas mengenai proses belajar respon
dan yang lain membahas pembelajaran stimulus.
2. Similarity
(Kesamaan/kemiripan) dan Belajar Verbal
Kesamaan adalah factor lain yang berpengaruh
terhadap
upaya
pemahaman
verbal. Efeknya
tergantung
pada
jenis
upaya
pemahaman verbal yang
dilakukan.
Pengaruh
kesamaan
tergantung
pada
jenis
tugas
verbal learning
tersebut.
Dalam
kasus
tertentu
kesamaan
malah
membantu
pembelajaran
dan
pada
kasus
lain
dapat pula menghalangi
pembelajaran.
a.
Kesamaan
formal (formal similarity)
Kesamaan formal adalah jumlah kebiasaan/tumpang
tindihnya
huruf yang digunakan
dalam
menyusun
daftar item.
b.
Kesamaan
makna (meaningful similarity)
Kesamaan
makna
ini
memiliki
kaitan
dengan
sinonim
c.
Kesamaan
konseptual (conceptual similarity)
Kesamaan
konseptual
berkaitan
dengan
kesamaan
konsep
dan
serangkaian
kata.
D. Analisis tahap belajar verbal
Menurut Ellis
(1978:38-39) tahap-tahap belajar verbal antara lain adalah respon and associative learning (pembelajaran asosiatif dan
respon), stimulus discrimination
(pembelajaran stimulus), Stimulus
selection (pemilihan stimulus) dan Stimulus
coding (pengkodean stimulus).
a. Respon and associative learning
(pembelajaran asosiatif dan respon)
Dalam tahap ini, ada dua tahap yang
harus dilalui, yakni tahap pembelajaran respon dan tahap asosiatif. Pada tahap
pembelajaran respon, kita harus mempelajari respon supaya mampu mengingat
kembali. Sedangkan tahap asosiatif adalah tahap di mana kita memancing respon
tertentu terhadap stimulus tertentu.
b. Stimulus
discrimination (perbedaan stimulus)
Perbedaan stimulus merupakan sebuah
proses dasar dalam upaya pemahaman asosiasi. Pelajar harus membedakan
bentuk-bentuk stimulus apabila ingin menghubungkan stimulus tertentu dengan
respon tertentu. Semakin tinggi tingkat stimulus semakin penting proses yang
akan dilakukan.
c.
Stimulus
selection (pemilihan stimulus)
Pada pemilihan stimulus hanya
digunakan satu bagian stimulus eksperimenter yang diambil sebagai perwakilan
dari stimulus secara keseluruhan. Stimulus eksperimenter adalah stimulus
nominal sedangkan yang digunkan subjek untuk menilai respon adalah stimulus
fungsional. Misalnya saja ketika kita melihat sepintas ke mobil, kita boleh
langsung saja mengatakan bahwa itu adalah mobil tanpa harus melihat secara
keseluruhan seperti mesinnya, isi dalamnya dan lain sebagiannya.
d.
Stimulus
coding (pengkodean stimulus).
Stimulus
coding merupakan di mana kita merubah atau memindakan
sebuah stimulus nominal menjadi beberapa bentuk baru atau pengulangan stimulus.
Penukaran stimulus dalam bentuk input baru dinamakan substitution coding, sedangkan penukaran yang memerlukan informasi
tambahan dinamakan elaboration coding
E. Pendekatan kognitif motivasi dan
belajar verbal
Secara teoritis,
pemunculan respon tergantung pada kekuatan hubungan asositif dan penguatan
asosiasi merupakan masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor seperti
frekuensi, kontiguitas dan penguatan. Konsep kognitif mulanya dikembangkan oleh
ahli psikologi aliran gestal seperti Wolfgang Kohler dan Kutr Koffka. Menurut
teori Gestalt kontiguitas dan frekwensi dari suatu pengalaman akan menjadi
penting bila mereka berpeluang melakukan proses pengorganisasian.
Asosiasi tidak
dipelajari melalui proses pengulangan yang dipelajari tersebut adalah semacam
unit atau semua pengalaman yang terorganisir, bukan merupakan asosiasi stimulus
respon. Asumsi kedua dari ahli psikologi Gestalt adalah bahwa pembelajaran dan
memori merupakan proses yang aktif. Pembelajaran melibatkan strategi tanggapan,
proses pengorganisasian, dan sejenisnya. Beberapa contoh dari penelitian verbal
yang didasari oleh pendekatan kognitif adalah peneilitan tentang Clustering in free recall, coding, suatu proses penggantian
informasi yang akan di ingat, Subjective Organization,
yakni suatu proses atau prosedur pengorganisasian yang dibuat sendiri oleh
manusia bila tidak ada struktur yang temukan, dan Mental imaginary, yakni
proses penggunaan imajinasi (daya khayal) mental sehingga seseorang dapat
membentuk basis belajarnya sendiri.
Clustering
in free recall merupakan proses pemanggilan kembali
materi yang tersimpan didalam memori dengan cara bebas yang berbeda dari apa
yang disajikan sebelumnya. Bila materi yang disajikan berisi asosiasi yang
saling menolong maka kita cendrung untuk mengingatnya kembali seperti adanya.
Ada dua proses dalam pendekatan ini, yaitu:
1. Assosiative clustering
Merupakan
pengelompokkan atau pengorganisasian materi verbal dengan menghubungkan satu
kata dengan kata yang lain, jika materi itu saling berhubungan kemudian cenderung mengingat kembali.
Contohnya adalah kata tua-muda, besar-kecil, panas-dingin.
2.
Category clustering
Merupakan
pengingatan/pemanggilan kembali item-item dengan menghubungkan pada
konsep-konsep tertentu. contohnya “gula” bisa dihubungkan dengan “manis”.
F.
Motivasi
dan belajar verbal
Motivasi
dalam bentuk ketidaknyaman (anxiety) merupakan faktor yang
mempengaruhi penampilan tugas-tugas dalam pembelajaran verbal. Secara umum kita
dapat melihat bahwa bila tugas semakin kompleks, maka motivasi tidak begitu
diperlukan mencapai pembelajaran yang efektif. Kitidaknyamanan tidak hanya
mempengaruhi kita didalam belajar tetapi juga penanpilan kita didalam kelas.
Anak yang merasa
nyaman cendrung memikirkan hal-hal yang tiak relevan dengan pembelajarannya
seperti warna dinding, coretan di jendela dll. Artinya akan memuat anak tidak
fokus dalam pembelajaran. Pengendalian kenyaman di dalam kelasa tergantung pada
kemampuan untuk menfokuskan dalam mempertahankan perhatian pada topik yang dibahas
dan pengembangan kebiasaan memonitor ruanan kelas untuk menghindaran lamunan (daydreaming)
Langganan:
Komentar (Atom)
miskonsepsi dalam bimbingan dan konseling
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Miskonsepsi 1. Pengertian Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan ...
-
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Miskonsepsi 1. Pengertian Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan ...
-
MANAJEMEN SEKOLAH Konsep Dan Permasalahan Organisasi Dan Administrasi oleh : Fitri Yunizar UNIVERSITAS NEGRI...
-
BELAJAR VERBAL A. Ruang lingkup Bentuk belajar verbal merupakan bentuk belajar sederhana dan dapat menjadi dasar bagi bentuk-b...